Sosialisasi Gratifikasi dan Benturan Kepentingan

Gratifikasi dan Benturan Kepentingan

Satu hal yang sering terjadi dan tidak terhindarkan dalam hubungan bisnis adalah pemberian dan permintaan Gratifikasi dari satu pihak kepada pihak lainnya. Ketentuan Gratifikasi dalam peraturan perundang – undangan Negara Republik Indonesia tercantum pada Pasal 12 B ayat 1 UU no 20 tahun 2001 tentang Perubahan atas UU no 31 tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang menyatakan bahwa : “Setiap Gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dianggap pemberian suap, apabila berhubungan dengan jabatannya dan yang berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya “.

Maksud – Sebagai petunjuk pelaksanaan dalam bersikap, berprilaku, dan bertindak terhadap adanya benturan kepentingan, agar pada khususnya seluruh pejabat/pegawai di lingkungan Pemerintah Provinsi Bali memiliki pemahaman yang seragam mengenai benturan kepentingan, Tujuannya • Meningkatkan tata kelola pelaksanaan pemerintahan yang baik, menegakan integritas dan mencegah terjadinya KKN, menciptakan lingkungan yang menimbulkan perilaku positif dan kondusif, dan mencegah terjadinya pengabaian pelayanan kepada mitra kerja, pihak lain dan pejabat.

Jenis benturan kepentingan yang sering terjadi adalah:

  • Kebijakan yang berpihak akibat pengaruh/hubungan dekat/ ketergantungan/pemberian gratifikasi;
  • Pemberian izin yang diskriminatif;
  • Pengangkatan pegawai berdasarkan hubungan dekat/balas jasa/rekomendasi/pengaruh dari pejabat pemerintah;
  • Pemilihan partner/ rekanan kerja berdasarkan keputusan yang tidak profesional;
  • Melakukan komersialisasi pelayanan publik;
  • Penggunaan asset dan informasi rahasia untuk kepentingan pribadi/ golongan;
  • Pengawas ikut menjadi bagian dari pihak yang diawasi;
  • Melakukan pengawasan atau penilaian atas pengaruh pihak lain dan tidak sesuai norma, standar, dan prosedur;
  • Menjadi bagian dari pihak yang memiliki kepentingan atas sesuatu yang dinilai; dan
  • Putusan/ Penetapan Pengadilan yang berpihak akibat pengaruh/ hubungan dekat/ ketergantungan/ pemberian gratifikasi.

Sumber penyebab terjadinya benturan kepentingan:

1.    Penyalahgunaan wewenang, yaitu dengan membuat keputusan atau tindakan yang tidak sesuai dengan tujuan atau melampaui batas-batas pemberian wewenang yang diberikan oleh peraturan perundang-undangan;

2.    Perangkapan jabatan, yaitu pegawai menduduki dua atau lebih jabatan publik sehingga tidak bisa menjalankan jabatannya secara profesional, independen dan akuntabel selain yang telah diatur dalam Peraturan Perundang undangan;

3.    Hubungan afiliasi, yaitu hubungan yang dimiliki oleh pegawai dengan pihak tertentu baik karena hubungan darah, hubungan perkawinan maupun hubungan pertemanan yang dapat mempengaruhi keputusannya;

4.    Gratifikasi, yaitu pemberian dalam arti luas meliputi pemberian uang, barang, rabat, komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma dan fasilitas lainnya;

5.    Kelemahan sistem organisasi, yaitu keadaan yang menjadi kendala bagi pencapaian tujuan pelaksanaan kewenangan pegawai yang disebabkan karena struktur dan budaya organisasi yang ada;

6.    Kepentingan pribadi, yaitu keinginan/kebutuhan pegawai mengenai suatu hal yang bersifat pribadi.

Penanganan  benturan  kepentingan  

Dalam hal terdapat konflik kepentingan, maka pejabat pemerintahan yang bersangkutan wajib memberitahukan kepada atasannya dan dalam hal pejabat pemerintahan memiliki konflik kepentingan, maka keputusan dan/atau tindakan ditetapkan dan/atau dilakukan oleh atasan pejabat atau pejabat lain. Jika terdapat laporan  dari masyarakat, maka atasan  pejabat wajib memeriksa, meneliti, dan menetapkan keputusan terhadap laporan atau keterangan warga masyarakat paling lama 5 (lima) hari kerja terhitung sejak diterimanya laporan sesuai dengan UU no. 30 tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan.

Penanganan  benturan  kepentingan  pada  dasarnya  dilakukan  melalui perbaikan nilai, sistem, pribadi, dan budaya, diantaranya:

1.   Mengutamakan kepentingan publik

2.   Menciptakan keterbukaan penanganan dan pengawasan benturan kepentingan

3.   Mendorong tanggung jawab pribadi dan sikap keteladanan

4.   Menciptakan dan membina budaya organisasi yang tidak toleran terhadap benturan kepentingan.